Foto: google |
Suatu hari ayahku menelpon, dia bertanya apakah saya mempunyai uang sekian juta karena dia ingin membayar sesuatu dan dikala ini dia tidak mempunyai uang. Beliau malah berjanji akan mengembalikan uang tersebut. Jumlah uang yang diminta, memang bagi saya sudah banyak. Tapi mendengar ucapan beliau, pas dikala saya gres saja terbangun, menciptakan jantung saya benar-benar berdegub kencang. Di pikiran saya dikala itu hanyalah, saya ingin segera menutup telponnya biar saya dapat melaksanakan transfer ke rekening dia menggunakan m-banking. Saya hanya bilang iya iya, tanpa sadar bahwa saya lupa menyampaikan tidak usah dikembalikan. Saking sedihnya saya, saking inginnya saya mengirimkan dia uang tersebut. Sampai hasilnya sehabis sadar tidak mengatakannya, saya kemudian mengirimkan sms bahwa tidak usah mengembalikan uang tersebut alasannya yaitu saya mempunyai uang lebih.
Terkadang saya suka risih mendengar seruan yang satu ini, apalagi kalau yang mengucapkannya yaitu orang renta kandung kita sendiri. Orang renta kita, ayah dan ibu, insan yang telah membesarkan, merawat, dengan kasih sayang, pengorbanan materi, waktu dan hati! Namun, ketika sang anak telah berkeluarga, malah mereka mengucapkan seruan ini. Tau gak, dengar ini rasanya jleb banget.. Rasanya gak layak hidup di dunia. Rasanya kayak jadi malin kundang banget! Astagfirullah, kemana kita selama ini?
Tidak seharusnya, orang renta meminjam uang pada anaknya! Tahukah, bahwa bekerjsama mereka berat, sangat berat mengatakannya, apalagi bagi seorang ayah, seorang kepala keluarga. Mereka membuang rasa malunya untuk menyampaikan hal tersebut. Saya yakin, untuk mengatakannya, mereka membutuhkan renungan panjang. Untuk itu sebelum meminta, ayahku bertanya terlebih dahulu apakah saya punya uang lebih atau tidak. Padahal sebenarnya, seluruh hartaku ini yaitu milik mereka. Bahkan kalau kuberikan seluruh harta yang kukumpulkan seumur hidupku, tidak akan cukup untuk membalas segala kebaikan mereka.
Alhamdulillah, saya yaitu seorang yang berprofesi sebagai digital marketer, yang artinya saya mempunyai penghasilan sendiri. Karena saya mempunyai penghasilan sendiri, saya tidak perlu meminta izin kepada suami saya untuk mengelurkan uang. Seseorang tidak berhak atas apa yang menjadi milik orang lain, termasuk suami terhadap mahar istrinya, dan termasuk juga pada penghasilan yang diperoleh istrinya (saya pernah mendengar ceramah ust. Khalid Basalamah, silahkan googling).
Tapi bagaimana halnya dengan istri-istri yang tidak mempunyai penghasilan sendiri, alias full uang dari suami saja? Tentu saja harus atas izin suami. Namun berdasarkan pandangan saya, dan tentu pandangan ini insya Allah tidak menyalahi hal syari, sudah selayaknya seorang suami juga harus menengok ke rumah mertuanya, melihat kondisi mertuanya. Karena kebanyakan suami hanya melihat ke rumah orang tuanya, dan tidak mempedulikan mertuanya. Ketika mempunyai uang lebih, biasanya suami akan mengirimkan beberapa rupiah pada ibunya, namun seolah lupa pada mertuanya. Padahal dari mertuanya lah lahir ibu dari anak-anaknya, dari mertuanya lah sehingga dia mempunyai istri yang cerdas, teman tidurnya. Mertuanya rela melepas anak perempuannya untuk mengurus orang lain tanpa peduli siapa yang akan mengurusnya kelak.
Wahai para suami, tengoklah mertuamu, perlakukan dia sebagaimana kamu ingin orang tuamu diperlakukan oleh istrimu. Sesungguhnya mereka aib meminta pada anak perempuannya yang telah bersuami, terlebih ketika sang anak tidak berpenghasilan sendiri. Mereka tahu bahwa segala uang yang dia keluarkan harus atas izinmu, mereka tidak mau terjadi pertengkaran dalam rumah tanggamu alasannya yaitu mereka meminta untuk dipinjami uang. Jangan berpaling dari mertuamu, wahai suami! Karena di dalam badan teman tidurmu, mengalir darah mereka.
Insya Allah, ketika kita memuliakan kedua orang renta kita, rejeki tidak akan kemana, Allah begitu kaya, Allah Maha Tahu apa yang telah kita perbuat. Allah tidak akan pernah mengkhianati proses.
0 Response to "Nak, Pinjami Saya Uangmu"