Obat Net : Terapi Urine dan Manfaat Urine (Air Kencing), Hukum Islam Terhadap Penggunaan Urine (Air Kencing)
Pengobatan Lewat Internet
Terapi urine - Air kencing atau air seni atau biasa disebut urine dihasilkan dari cairan yang masuk ke dalam badan lewat makanan atau minuman kemudian sisa cairan diproses melalui ginjal atau proses ekskresi kemudian dikeluarkan melalui proses yang disebut urinasi, atau lebih jelasnya cairan sisa dalam badan akan disaring di dalam ginjal kemudian dialirkan melalui ureter menuju kandung kemih dan selanjutnya melaksanakan proses pembuangan urin dari dalam badan melalui uretra.
Makanan yang kita makan akan mempengaruhi rasa dan warna dari urin, selain itu suhu udara dan jumlah air yang diminum juga turut mempengaruhi warna dan rasa urin, untuk mereka yang mengkonsumsi banyak daging maka urin akan terasa asam, asin dan sanggup juga pahit, namun mereka yang vegetaris urinnya akan terasa tawar.
Urin mengandung 95% air, 2,5% urea dan 2,5% adonan mineral, enzim, hormon dan garam, jadi di dalam urin atau air kencing terkandung zat-zat yang alami, lantaran itu urin merupakan obat alami yang terbaik yang diproduksi oleh tubuh.
Selain untuk diminum urin juga sangat bermanfaat untuk penyembuhan diluar badan menyerupai duduk masalah rambut, kulit, telinga, mata dll, untuk urin yang diminum sebaiknya diminum eksklusif seteleh keluar dari badan atau maksimal 5 menit setelah keluar dari tubuh, lantaran waktu itu urin masih dalam keadaan steril.
Untuk yang gres pertama kali melaksanakan terapi urin niscaya akan merasa jijik dan ingin muntah, namun jikalau anda berhasil meminumnya maka seterusnya akan terbiasa tanpa merasa jijik lagi...
Khasiat terapi urin dan cara takaran penggunaannya :
Untuk kesehatan tubuh, minumlah urin minimal 1 gelas setiap pagi dari urin pertama setelah anda berdiri pagi.
Untuk Pengobatan, minumlah urin minimal 3 gelas setiap hari dari urin pertama setelah anda berdiri pagi, kemudian yang kedua ambilah urin setelah anda makan siang satu jam setelahnya dan yang ketiga ambilah urin setelah makan malam satu jam setelahnya.
Untuk pengobatan penyakit kanker, minumlah urin minimal 5 gelas setiap hari Lakukan menyerupai no 2 diatas ditambah pengambilan urin sekitar pertengahan dari waktu anda kencing pertama hingga anda makan siang, serta pertengahan antara anda makan siang hingga anda makan malam.
Puasa urin, puasa urin ini harus dibawah pengawasan dari urinoterapis lantaran memang tidak praktis untuk melakukannya, orang yang melaksanakan puasa urin ini hanya minum air putih dan air urin saja tanpa mengkonsumsi makanan lain, meskipun berat namun kesudahannya sungguh luar biasa.Catatan: Urin yang diminum yakni air kencing pecahan tengah, jadi buanglah air kecing pecahan awal dan air kencing pecahan terakhir.
Jika anda sedang meminum obat dari dokter sebaiknya diberi jarak sekitar satu jam baik sebelum maupun sesudahnya, penggunaan urin sebagai obat sudah terbukti semenjak lama, masyarakat India sudah melaksanakan terapi urin ini semenjak 5000 tahun yang kemudian dan kesudahannya sungguh luar biasa, majemuk penyakit dari jantung hingga penyakit kelamin sanggup sembuh lewat terapi urin ini.
Beberapa penyakit yang sanggup disembuhkan dengan syareat menjalankan terapi urin antara lain:
Bahkan kini ada sekitar 20an macam obat yang diproduksi menjadi obat paten dari ekstrak air seni/ urin yang dijual dengan resep dari dokter.
HUKUM MENKONSUMSI URIN (AIR KENCING) MENURUT AJARAN ISLAM.
Sebelum Anda Melakukannya Sebaiknya Pahami dulu konteks Dasar Menurut Ajaran Agama Masing Masing.
Kita Bahas Mengenai Jawaban Sebagian Besar Masyarakat dengan diwakili oleh Pertanyaan di bawah ini....
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ustadz Dr. Setiawan Budi Utomo yang saya hormati. Belakangan ini semakin ‘ngetrend’ dan terkenal orang memakai urine (air kencing) insan baik milik sendiri maupun orang lain yang diambil setelah berdiri tidur pagi sebagai alternatif terapi pengobatan medis dengan cara meminumnya. Karena secara empiris banyak orang yang menceritakan pengalamannya yang ajaib ihwal ‘cespleng’ nya terapi urine tersebut yang berguna dan mujarab sehingga semakin banyak kalangan yang ingin mencobanya.
Bagaimanakah syariah Islam memandang duduk masalah ini? Bolehkah kita menimbulkan urine insan tersebut sebagai adonan obat-obatan dan menjual-belikannya? Bagaimanakah hukumnya bila memakai urine binatang?
Demikian mohon jawabannya dan terimakasih, jazakumullah khairan.
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Sebelum menjawab aturan memakai urine (air seni) sebagai obat, perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai kedudukan suci maupun najisnya urine yang pada gilirannya akan menyangkut status halal dan haramnya urine.
Para ulama setuju (ijma’) bahwa urine insan demikian pula feces (tinja) nya yakni najis kecuali bayi yang hanya mengkonsumsi ASI (air susu ibu) sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ibnu Rusyd (Bidayah al-Mujtahid, I/103) berdasarkan hadits Nabi saw yang memerintahkan shahabat untuk menyiram bekas air kecing orang Arab Badui di Masjid Nabawi (HR. Bukhari dan Muslim) dan hadits Nabi saw ihwal dua orang yang disiksa di kubur yang salah satunya disebabkan oleh lantaran tidak bersuci dari bekas kencingnya (HR. Bukhari dan Muslim). Demikian pula perintah Nabi saw.: “Bersucilah kalian dari kecing” (Nailul Authar, I/43)
Dikarenakan air seni atau kencing insan yakni barang najis dan bukan termasuk thayibat (barang yang baik) sebagaimana Allah firmankan dalam surat al-Baqarah:171 dan setiap yang najis yakni haram untuk dikonsumsi baik benda padat maupun cair, maka secara prinsip mengkonsumsi urine atau kencing insan hukumnya yakni haram.
(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, III/511, Syeikh Shalih Al-Fauzan, Al-Ath’imah, hal. 17, As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, I/19)
Adapun memakai urine tersebut dalam konteks kebutuhan medis menyerupai yang diangkat dalam wawancara sebuah tabloid yang terbit di Surabaya simpulan Oktober 2000, Prof. Dr. dr. Iwan T, Budiarso memaparkan bahwa urine (air kencing) sanggup menyembuhkan aneka macam penyakit menyerupai koreng, diabetes, jantung, ginjal, kanker, AIDS dan impotensi. Bahkan berdasarkan pengalamannya pribadi bahwa dulunya ia pernah loyo dan kejantanannya nyaris mati, namun kemudian menjadi greng lagi setelah minum air kencingnya. Ia juga menambahkan bahwa di luar negeri urine dijual belikan dan pembelinya yakni perusahaan farmasi atau kosmetika raksasa.
Guru Besar Fak. Kedokteran Universitas Tarumanagara di Jakarta itu juga menyatakan bahwa obat batuk hitam yang biasa dikonsumsi orang mempunyai kadar 10 persen kandungan urinenya. Kosmetik-kosmetik baka muda pun juga mengandung ekstraurine. Pernyataan ini tentunya mengundang kontroversi dan mendapat protes dan kritik diantaranya oleh kalangan andal farmasi sendiri diantaranya apoteker Drs. Sunarto Prawirosujanto, APT. sebagaimana dimuat di Harian Media Indonesia, Senin 13 November 2000. Namun sayang Prof. Iwan belum menjelaskan obat batuk merek apa saja dan dibentuk oleh pabrik yang mana yang mengandung urine.
Masalah penggunaan urine insan sebagai terapi medis tersebut yakni pasien meminum air kecingnya sendiri atau orang lain baik dalam bentuk murni ataupun adonan dengan materi lain dalam kemasan jamu ataupun obat bersama-sama sudah masuk dalam wilayah pembahasan duduk masalah darurat ataupun verifikasi tingkat kebutuhan yang tentunya membutuhkan kriteria, pembagian terstruktur mengenai dan persyaratan yang lebih hati-hati serta pembatasan terperinci yang dimaksud kondisi darurat.
(QS. Al-Baqarah:173, Al-An’am:119, Al-Maidah:3).
Dalam hal ini sanggup kita katakan bahwa memang Islam sangat menganjurkan upaya pengobatan dan ikhtiar medis namun harus berusaha tidak keluar dari prinsip halal sehingga tidak menggampangkan dan gegabah memakai alternatif haram. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat serta telah membuat untuk kalian setiap penyakit obatnya, maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan yang haram.”
(HR. Abu Dawud)
Oleh lantaran itu dikala ada seorang yang bertanya kepada Nabi ihwal memanfaatkan khamr, ia melarangnya. Lalu dikala orang tersebut mendesak ia dan menyampaikan bagaimana jikalau memanfatkannya hanya untuk obat? Beliau menegaskan kembali dengan bersabda: “Khamer itu bukan sebagai obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi) Hal ini juga didukung oleh anutan Ibnu Mas’ud yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah tidak membuat kesembuhan kalian pada sesuatu yang Ia haramkan atas kalian.”
(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari)
Secara prinsip Islam juga mengharamkan untuk berobat dengan segala sesuatu yang haram termasuk khamer dan air seni lantaran pengharaman sesuatu berdasarkan Imam Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, III/115-116) menuntut umat Islam untuk menjauhinya dengan segala cara, sedangkan pengambilan sesuatu yang haram sebagai obat konsekuensi dan efeknya yakni akan mendorong orang untuk menyukai dan menjamahnya yang tentunya hal ini bertentangan dengan maksud dan tujuan Allah dalam menetapkan syariah-Nya.
Demikian pula berdasarkan beliau, pembolehan berobat dengan yang haram apalagi jikalau selera cenderung kepadanya maka penggunaannya akan menjurus kepada hobi, kebiasaan, kecanduan dan menikmatinya khususnya bila mencicipi manfaat padanya sanggup menyembuhkan penyakitnya. Oleh lantaran itu Ibnul Qayyim penulis kitab Ath-Thibb An-Nabawi (Pengobatan ala Nabi) ini mengingatkan imbas psikologis yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat haram tersebut yaitu bahwa dikala seseorang meyakini sesuatu yang haram itu bermanfaat sanggup menyembuhkan penyakitnya maka spontanitas ia akan tersugesti dengannya.
Namun demikian Islam yakni agama rahmat dan tidak menginginkan umatnya celaka dan membiarkannya binasa dalam kondisi darurat lantaran diantara tujuan syariah yakni hifdzun nafs (memelihara kelangsungan hidup dengan baik), maka dalam konteks ini terdapat kaedah rukhsah (dispensasi) yang memperlihatkan kelonggaran dan keringanan bagi orang yang sakit gawat dengan ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi yaitu:
Benar-benar dalam kondisi gawat darurat bila seorang penderita penyakit tidak mengkonsumsi sesuatu yang haram ini.
Tidak ada obat alternatif yang halal sebagai pengganti obat yang haram ini.
Menurut resep atau petunjuk dokter muslim yang kompeten dan mempunyai integritas moral dan agama. Dan saya tambahkan yang keempat yaitu terbukti secara uji medis dan analisa ilmiah di samping pengalaman empiris yang menandakan bahwa sesuatu yang haram tersebut benar-benar sanggup menyembuhkan dan tidak menumbulkan imbas yang membahayakan.
Meskipun demikian ia menambahkan bahwa berdasarkan pengalaman empiris dan laporan medis dari para dokter yang kredibel bahwa tidak ada alasan dan kebutuhan medis yang memastikan sesuatu yang haram ini sebagai obat, akan tetapi ia tetap mentolerir prinsip rukhsah ini untuk mengantisipasi kondisi dimana seseorang muslim tidak mendapat obat kecuali dengan mengkonsumsi sesuatu barang yang haram.
(Al-Halal wal Haram fil Islam: 53)
Demikian pula halnya aturan memakai urine insan sebagai adonan obat-obatan apalagi praktik jual beli produk barang tersebut para prinsipnya yakni haram sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan untuk diminum diharamkan pula untuk dijual belikan.”
(HR.Al-Humaidi dalam Musnadnya)
Hal ini sanggup diqiyaskan (analog) dengan sabda Nabi saw ihwal pengharaman khamer setelah turun ayat Al-Maidah:90-91: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamer maka barangsiapa yang menyaksikan ayat ini dan ia masih memilikinya maka janganlah ia meminum maupun menjualnya.”
(HR.Muslim)
Adapun aturan mengkonsumsi urine hewan yang halal dimakan dagingnya sebagai obat menyerupai urine unta, kambing, sapi, unggas dan burung maka pendapat yang paling berpengaruh yakni hal itu diperbolehkan dan halal lantaran urine tersebut suci dan tidak najis, berbeda dengan urine hewan yang haram dimakan dagingnya maka hukumnya urinenya juga haram dan najis.
Dalil ihwal suci dan halalnya mengkonsumsi urine hewan yang halal dimakan dagingnya yakni bahwa Nabi saw membolehkan orang-orang Uraniyyin yang sedang tinggal di Madinah untuk meminum air kecing unta dan susunya
(HR.Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Demikian pula Nabi saw. membolehkan umat Islam untuk melaksanakan shalat di sangkar kambing yang memperlihatkan sucinya kotoran dan kencing kambing
(HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dengan demikian lantaran urine hewan yang halal dimakan dagingnya halal untuk dikonsumsi maka halal pula memakai kotoran ataupun urinenya untuk kebutuhan lainnya menyerupai pupuk, makanan hewan piaraan maupun diperjual belikan dan tetap dikategorokan sebagai thayibat lantaran barang tersebut yakni suci dan bukan najis.
Wallahu A’lam wa Billahit taufiq wal Hidayah
Sumber : Berbagai Sumber
Referensi :http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/terapi-medis-dengan-urine.htm#.Uc-Cnzu8DXA
Semoga bermanfaat
PENTING..!!!
Hanyalah Alloh SWT yang menyembuhkan kita hanya berusaha, sebelum minum /makan obat tradisional bacalah Bismillah.
0 Response to "Terapi Urine Dan Manfaat Urine (Air Kencing), Aturan Islam Terhadap Penggunaan Urine (Air Kencing)"